Amar dan Nahi Seorang mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran harus mengetahui kaidah-kaidah dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Kaidah tafsir adalah suatu aturan atau pedoman-pedoman dasar yang harus dipenuhi oleh seorang mufassir dalam menafsirkan suatu ayat dalam Al-Qur’an, termasuk adab dan syarat-syarat seorang mufassir. Seorang mufassir harus berpedoman kepada aturan-aturan tersebut. Dengan mengetahui kaidah-kaidah tersebut seorang mufassir tidak terjadi kekeliruan atau penyimpangan dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran karena sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits. Seorang mufassir juga harus mengetahui pembagian kaidah-kaidah tafsir tersebut. Kaidah tafsir terbagi menjadi tiga yaitu Pertama Kaidah dasar tafsir seperti contoh penafsiran ayat Al-Quran dengan ayat Al-Qur’an lainya, ayat Al-Qur’an dengan Hadits Nabi, perkataan sahabat atau yang disebut juga dengan tafsir bi al-matsur atau tafsir bi al-riwayah. Kedua Kaidah umum tafsir yaitu kaidah-kaidah yang dikaitkan dengan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan tafsir tersebut seperti Nahwu, Sharaf, Balaghah dan lain sebagainya. Ketiga Kaidah khusus yaitu seperti pembahasan tentang dhamir, isim nakirah dan makrifah, pengulangan isim, mufrad dan jamak, sinonim, pertanyaan dan jawaban dan lain sebagainya. Selain kaidah-kaidah tersebut seorang mufassir juga harus mengetahui kaidah-kaidah ushul fiqih. Kaidah-kaidah yang berhubungan dengan penggalian hukum dengan mengunakan dalil-dalil terperinci. Seorang mufasir sangat penting untuk mengetahui kaidah tersebut yaitu memudahkan untuk menafsirkan ayat Al-Quran juga tidak salah dalam mengambil suatu hukum dari ayat-ayat tersebut. Contoh kaidah-kaidah ushul fiqih seperti Amr dan Nahi, Amm dan Khass, Manthuq dan Mafhum, Mutlaq dan Muqayyad, Mujmal dan Mubayyan dan lain sebagainya. Dalam pembahasan berikutnya akan dibahas tentang salah satu kaidah usul fiqih yang harus diketahui oleh seorang mufassir dalam menafsirkan Al-Qur’an yaitu kaidah Amr dan Nahi. Pembahasan mengenai pengertian Amar, Bentuk-Bentuk, Contoh-Contoh yang menunjukkan kepada amar beserta dengan kaidahnya. Dan juga mengenai tentang Nahi, Bentuk-bentuk Nahi serta Kaidah-kaidah Nahi tersebut. Sehingga seorang mufassir dapat membedakan antara Amar dan Nahi dan hal tersebut sangat penting untuk diketahui karena berhubungan dengan penggalian suatu hukum. Amar dan Bentuk-Bentuk Amar Amar Lafaz Amar secara bahasa الامر yang berarti perintah atau suruhan. Amar adalah kebalikan dari Nahi yaitu yang berarti larangan. Sedangkan secara istilah, para ulama banyak yang mendefinisikan Amar tersebut diantaranya امر هو يطلب به الآعلى ممن هوأدنى منه فعلا غير كفٍ Amar adalah suatu lafaz yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya kepada orang yang lebih rendah untuk meminta bawahannya mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak boleh ditolak[3]. امر هو استدعاء الفعل بالقول على وجه الاستعلاء Amar adalah suatu lafaz yang digunakan oleh seorang atasan meminta untuk melakukan suatu pekerjaan kepada bawahannya. امر هو طلب الفعل على وجه الاستعلا اى ان الامر يكون اعلى من المأمور Amar adalah suatu lafaz yang digunakan oleh seorang untuk mengerjakan suatu pekerjaan, dan oang menyuruh itu lebih tinggi kedudukannya daripada orang yang disuruhnya. Berdasarkan beberapa definisi amar tersebut dapat kita simpulkan adalah lafaz amar yaitu suatu lafaz yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya kepada orang yang lebih rendah untuk meminta bawahannya mengerjakan suatu pekerjaan yang harus dikerjakannya. Lafaz Amar Lafaz yang menunjukkan kepada amar atau perintah tersebut mempunyai beberapa bentuk diantaranya a. Fiil Amar, seperti وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً -٤ Artinya”Dan berikanlah mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan b. Fiil Mudhari’ yang diawali oleh لام الامر seperti وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ -١٠٤ Artinya”Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan Imran104 c. Masdar pengganti Fi’il, seperti وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً -٨٣ Artinya”Dan berbuat baiklah kepada ibu bapak d. Lafaz yang mengandung makna perintah seperti, امر, كتب, فرض dan sebagainya, contohnya -Menggunakan lafaz faradha قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُونَ عَلَيْكَ حَرَجٌ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً -٥٠ Artinya”Sungguh kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka -Menggunakan lafaz kutiba يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ -١٨٣ Artinya”Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa -Menggunakan lafaz amara إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا -٥٨ Artinya “Sesungguhnya Allah memerntahkanmu untuk menyampaikan amanah Amar dalam Al-Qur’an Kaidah-kaidah Amar dalam Al-Qur’an adalah ketentuan-ketentuan yang dipakai oleh Para ulama dalam menentukan suatu hukum yaitu yang terdapat dalam Al-Qur’an. Para ulama merumuskan kaidah-kaidah amar tersebut dalam beberapa kaidah, yaitu Pertama الأمر المطلق يقتضى الوجوب الا لصارف Kaidah pertama menyatakan bahwa pada dasarnya amar perintah itu menunjukkan kepada wajib dan tidak menunjukkan kepada selain wajib kecuali dengan qarinah-qarinah tertentu. Sebahagian Ulama mengatakan الاصل فى الامر للوجوب ولا تدل على غيره الا بقرينة Amr pada dasarnya menunjukkan arti wajib, kecuali adanya qarinah-qarinah tersebut yang memalingkan arti wajib tersebut. Contoh lafaz amar yang menunjukkan kepada wajib وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ -٥٦ وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً -٣٦ Contoh lafaz amar yang menunjukkan kepada selain wajib karena qarinah-qarinah tertentu a. Nadb الندب anjuran seperti فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْراً -٣٣ Artinya”Hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, b. Ibahah الاباحة boleh dikerjakan dan ditinggalkan, seperti فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ -١٠ Artinya”Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi,carilah karunia Allah c. Irsyad الارشاد membimbing atau memberi petunjuk, seperti وَأَشْهِدُوْاْ إِذَا تَبَايَعْتُمْ -٢٨٢ Artinya”Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli d. Tahdid التهديد mengancam atau menghardik, seperti اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ -٤٠ Artinya”Perbuatlah apa yang kamu kehendaki e. Ta’jiz التعجيز menunjukkan kelemahan, seperti فَأْتُواْ بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ -٢٣ Artinya”Maka buatla satu surat saja yang semisal dengan Al-Qur’an Contoh-contoh tersebut menunjukkan kepada selain wajib karena adanya qarinah yang menyebabkan berpaling dari makna aslinya. Kedua الامر بالشيء يستلزم النهي عن ضده Amr atau perintah terhadap sesuatu berarti larangan akan kebalikannya. Amr merupakan suatu lafaz yang mempunyai makna perintah. Oleh karena itu, Perintah berhubungan untuk tuntutan atau harus dikerjakan, sedangkan larangan adalah untuk ditinggalkannya. Perintah adalah kebalikan dari larangan. Sebagai contoh وَاعْبُدُواْ اللّهَ artinya”Sembahlah Allah.” Perintah mentauhidkan Allah atau menyembah Allah berarti larangan mempersekutukan Allah. Ketiga الامر يقتضى الفور الا بقرينة Perintah itu menghendaki segera dilaksanakan kecuali ada qarinah-qarinah tertentu yang menyatakan jika suatu perbuatan tersebut tidak segera dilaksanakan. Contoh lafaz amar yang menghendaki segera dilakukan وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ -١٣٣ فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ -١٤٨ Berdasarkan ayat tersebut Allah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk bersegeralah melakukan pekerjaan yang baik dan berlomba-lombalah dalam hal kebaikan. Contoh lafaz amar yang tidak menghendaki segera dilakukan karena adanya qarinah tertentu وأذن في الناس بالحج -٢٧ Artinya”Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji Dalam Hadist Nabi SAW. dinyatakan ان الله كتب عليكم الحج فحجوا Artinya”Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu untuk melaksanakan haji, maka berhajilah kamu.” Jumhur Ulama sepakat bahwa perintah mengerjakan sesuatu yang berhubungan dengan waktu, maka harus dikerjakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan tidak boleh diluar waktu. Bila dikerjakan diluar waktunya, maka tidak dibolehkan oleh syara’. Keempat الاصل فى المر لا يقتضى التكرار Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki pengulangan berkali-kali mengerjakan perintah, kecuali adanya qarinah atau kalimat yang menunjukkan kepada pengulangan. Para ulama mengelompokkan menjadi 3 yaitu a. Perintah tersebut dikaitkan dengan syarat, seperti وَإِن كُنتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُواْ -٦ Artinya”Jika kamu berjunub maka, mandilah.” b. Perintah tersebut dikaitkan dengan illat, dengan kaidah الحكم يد ور مع العلة وجودا و عدما “Hukum itu ditentukan oleh ada atau tidak adanya illat.” Seperti hukum rajam sebab melakukan zina. Firman Allah الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ -٢ Artinya”Wanita dan laki-laki yang berzina maka deralah masing-masing seratus kali” c. Perintah tersebut dikaitkan dengan sifat atau keadaan yang berlaku sebagai illat, seperti kewajiban shalat setiap kali masuk waktu. أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ -٧٨ Artinya”Kerjakanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir.” Dari paparan tersebut menyatakan bahwa berulangnya kewajibannya itu dihubungkan dengan berulangnya sebab. Dalam kaitannya dengan masalah ini, oleh karena itu, para ulama menetapkan kaidah. Nahi dan Bentuk-Bentuk Nahi Nahi Lafaz nahi secara bahasa adalah النهي yang berarti larangan. Sedangkan menurut istilah para ulama mendefinisikan nahi sebagai berikut النهي هو طلب الترك من الاعلى الى ادنى Nahi adalah tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya. النهى هو الاقتضا ء كف عن فعل Nahi adalah suatu lafaz yang digunakan untuk meninggalkan suatu perbuatan. النهي هو قول الذي يستد عي به القاىل ترك الفعل ممن هو دونه Nahi adalah suatu lafaz yang digunakan oleh seseorang yang tinggi tingkatannya kepada yang rendah tingkatannya untuk meninggalkan suatu pekerjaan. Jadi, Nahi adalah suatu lafaz yang mengandung makna tuntutan meninggalkan sesuatu perbuatan. Nahi yaitu larangan, meninggalkan suatu perbuatan yang dilarang untuk melakukannya. Lafaz Nahi Ungkapan yang menunjukkan kepada lafaz Nahi itu ada beberapa bentuk yaitu a. Fiil Mudhari’ yang disertai dengan La Nahiyah,seperti لاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ -١١ b. Lafaz-lafaz yang memberikan pengertian haram atau perintah untuk meninggalkan sesuatu perbuatan, seperti وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا -٢٧٥ Nahi dalam Al-Qur’an Pertama النهي يقتضى التهريم والفور والدمام الا لقرينة النهي يقتضى التهريم هذا هو الاصل الذي دل عليه النقل و اللغة والفور هذا هو اظهر من ان يستدل عليه, ذلك ان لشيء يجب اجتنابه بمجرد تحريم له والدمام اي حتى يرد دليل يرفعه الا لقرينة فاذا جاءت القرينة الدلة على ان النهي للتنزيه مثلا فانه يصا ر اليها Nahi menghendaki atau menunjukkan haram, segera untuk dilarangnya, kecuali ada qarinah-qarinah tertentu yang tidak menghendaki hal tersebut. Contoh lafaz nahi yang menunjukkan haram Al-An’am151 وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلاَدَكُم مِّنْ إمْلاَقٍ –١٥١ وَلاَ تَمْشِ فِي الأَرْضِ مَرَحاً -٣٧ Imran 130 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً -١٣٠ Lafaz nahi selain menunjukkan haram sesuai dengan qarinahnya juga menunjukkan kepada arti lain, seperti a. Doa الدعاء seperti رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِن نَّسِينَا -٢٨٦ Artinya”Wahai Tuhan kami janganlah Engkau menyiksa kami, jika kami lupa b. Irsyad الارشاد memberi petunjuk seperti يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَسْأَلُواْ عَنْ أَشْيَاء إِن تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ -١٠١ Artinya”Wahai orng-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan kepada Nabimu hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkanmu c. Tahqiq التحقير menghina seperti لاَ تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ -٨٨ Artinya”Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup d. Ta’yis للتاييس menunjukkan putus asa seperti يَا أَيُّهَا الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ -٧ Artinya”Janganlah kamu mengenukakan udzur pada hari ini e. Tahdid التهديد mengancam seperti لا تطع امرى Kedua النهي يقتضى الفساد مطلقا Pada dasarnya larangan itu menghendaki fasad rusak secara mutlak. Sebagaimana Rasulullah SAW. bersabda كل امر ليس عليه امرنا فهو رد Artinya “Setiap perkara yang tidak ada perintah kami, maka ia tertolak”. Contohnya وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً -٣٢ حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ -٣ Ketiga الاصل في النهي المطلق يقتضي التكرار في جمع الازمنة Pada dasarnya larangan yang mutlak menghendaki pengulangan larangan dalam setiap waktu. Apabila ada larangan yang tidak dihubungkan dengan sesuatu seperti waktu atau sebab-sebab lainnya, maka larangan tersebut menghendaki meninggalkan yang dilarang itu selamanya. Namun bila larangan itu dihubungkan dengan waktu, maka perintah larangan itu berlaku bila ada sebab, Seperti يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْرَبُواْ الصَّلاَةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى -٤٣ Artinya”Janganlah kamu shalat sedang kamu dalam keadaan mabuk”. Hakikat pengertian amr perintah adalah lafaz yang dikehendaki supaya orang mengerjakan apa yang dimaksudkan. Bentuk lafaz amar bermacam-macam diantaranya, fiil amar, fiil mudhari’ yang diawali lam amar, masdar pengganti fiil, dan beberapa lafaz yang mengandung makna perintah seperti, kutiba, amara, faradha. Kaidah-kaidah amar dalam Al-Qur’an yaitu seperti kaidah pertama seperti pada dasarnya amar perintah itu menunjukkan kepada wajib dan tidak menunjukkan kepada selain wajib kecuali dengan qarinah-qarinah tersebut. Qarinah-qarinah tersebut seperti ibahah, nadb, irsyad, tahdid, ta’jiz yang memalingkan makna asalnya yaitu wajib. Kaidah kedua amar adalah Amr atau perintah terhadap sesuatu berarti larangan akan kebalikannya. Kaidah ketiga amar yaitu perintah itu menghendaki segera dilaksanakan kecuali ada qarinah-qarinah tertentu yang menyatakan jika suatu perbuatan tersebut tidak segera dilaksanakan. Kaidah keempat adalah Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki pengulangan berkali-kali mengerjakan perintah, kecuali adanya qarinah atau kalimat yang menunjukkan kepada pengulangan. Para ulama mengelompokkan menjadi 3 perintah tersebut dikaitkan dengan syarat, perintah dikaitkan dengan illat, perintah dikaitkan dengan sifat atau keadaan yang bersifat illat. Sedangkan Nahi adalah suatu lafaz yang mengandung makna tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya. Bentuknya yaitu fiil yang didahului oleh la nahiyah, beberapa lafaz yang mengandung makna nahi. Kaidah nahi yaitu pada dasarnya larangan itu menunjukkan kepada haram kecuali ada qarinah-qarinah tertentu. Pada dasarnya larangan itu menghendaki fasad rusak secara mutlak. Pada dasarnya larangan yang mutlak menghendaki pengulangan larangan dalam setiap waktu. Bagi para mufassir sangat penting untuk mengetahui kaidah-kaidah tersebut karena memudahkan dalam menafsirkan Al-Quran terutama ayat-ayat yang berhubungan dengn penggalian suatu hukum. Ingin Mendapatkan Materi ini? Silahkan Download melalui Link dibawah ini GOOGLE DRIVE
MAKALAHUSHUL FIQH. 1. Latar Belakang. Sebagaimana ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu ushul fiqih tumbuh dan berkembang dengan tetap berpijak pada Al-Quran dan Sunnah, ushul fiqih tidak timbul dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak zaman Rasulullah dan sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqih, seperti ijtihad
PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Fiqih sebagai ilmu metodologi penggalian hukum mempunyai peranan penting dalam ranah keilmuan agama Islam khususnya dalam ilmu hukum islam atau ilmu fiqih. Pembahasan dari segi kebahasaan atau kajian lughawiyah, sangat penting sekali ditela’ah karena sumber hukum islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadist menggunakan bahasa arab yang mempunyai banyak makna yang terkandung didalamnya. Hukum-hukum yang ada dalam syari’at islam diambil dari perintah dan larangan Allah atau Utusan-Nya. Dalam ushul fiqih banyak sekali pembahasan tentang kaidah-kaidah yang perintah dan larangan, hukum-hukum perintah dan larangan. Oleh karenanya kami akan sedikit menerangkan tentan kaidah usul fiqh yaitu الامر و النهي 2. RUMUSAN MASALAH Dari diskripsi diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut Apakah yang dinamakan الامر و النهي Apasaja kaidah-kaidah usul fiqih tentang الامر و النهي 3. TUJUAN Tujuan mempelajari makalah ini yaitu memberi sedikit gambaran dan pandangan terhadap perintah-perintah dan larangan-larangan yang terdapad dalam ajaran Syariat Islam. PEMBAHASAN 1. PERINTAH الامر الامر secara terminologi berarti perintah. secara etimologi Imam Syarifuddin Yahya Al Umrithi mengatakan dalam kitab al-Waroqot وحده استدعاء فعل واجب * بالقول من من كان دون الطالب[1] Bahwasanya larangan yaitu permintaan untuk melakukan suatu pekerjaan yang wajib menggunakan ucapan kepada orang yang drajatnya lebih rendah dari orang yang meminta. Bisa disimpulkan bahwa perintah yaitu permintaan untuk melakukan suatu perkara dari orang yang lebih tinggi drajatnya. Berbeda halnya permintaan melakukan sebuah pekerjaan dari orang yang sama drajatnya, yang mana ini dimakan iltimas. Ataupun dari yang lebih rendah drajatnya maka dinamakan do’a.[2] Dalam pembahasan perintah terdapat kaidah-kaidah dasar sebagai berikut Hukum asal dalam perintah adalah wajib, kecuali ada dalil pertanda yang mengatakan selainya[3]. الاصل في الامر للوجوب الا ان دل دليل على خلافه Jadi hukum dasar perintah yang ada dalam sariat islam itu hukumnya wajib dilaksanakan. Kecuali ada dalil lain yang mengatakan selainya, baik sunah ataupun mubah. Dari kaidah ini bisa disimpulkan perintah bisa mengandung tiga hukum[4] Contoh perintah sholat. اقيموا الصلاة [5] Contoh perintah memberi saksi dalam jual beli واشهدوا اذا تبايعتم dijelaskan kembali dalam hadis ان النبي باع ولم يشهد hadis ini menunjukan bahwa hal ini tidak wajib, akan tetapi sunah. Contoh perintah berburu dalam ayat واذا حللتم فصطادوا[6] dalam ayat ini ada perintah untuk beburu, akan tetapi ada qorinah bahwa perintah berburu ini hukumnya mubah dikarenakan ayat ini menjelaskan oran yang ihroh tidak boleh berburu akan tetapi jika sudah tahalul maka hukumnya sudah diperbolehkan. 2. Hukum asal dalam perintah tidak harus langsung dikerjakan, kecuali ada dalil yang mengatakan hal lain[7]. الاصل في الامر لا يقتضي الفور الا ان دل دليل على خلافه Maksudnya tidak wajib dilakukan seketika itu. Akan tetapi bisa dilakukan pada waktu lain. Akantetapi jika ada dalil tertentu yang menunjukan waktu pelaksanaanya maka harus dilakukan pada waktu tersebut. Contohnya hukum ibadah haji tidak wajib dilakukan segera karena ada qorinah yaitu bagi yang sudah mampu. Contoh yang wajib dilakukan segera yaitu beriman kepada Allah hal ini dikarenakan manusia wajib menjaga keimanan secara terus-menerus[8]. 3. Hukum asal perintah tidak dilakukan berkali-kali. الاصل في الامر لا يقتضي التكرار الا ان دل دليل على خلافه Suatu perintah cukup dilaksanakan sekali saja. Pada intinya wajib dilakukan walaupun hanya sekali dalam seumur hidup, kecuali jika ada dalal lain yang menunjukan pelaksanaanya berulang-ulang, sepertihalnya sholat lima waktu.[9] 4. Perintah berarti juga larangan untuk melakukan kebalikanya[10]. الامر بشيء نهي عن ضده Secara tidak langsung Perintah juga menunjukan ada suatu larangan tentang kebalikan perintah perintah untuk beriman juga berarti larangan untuk kufur. 5 Perintah untuk melakukan sesuatu berarti perintah untuk melakukan perkara yang menjadi lantaran terlaksananya perkara tersebut.[11] الامر بشيء امر بما يتوصل اليه Sudah selayaknya bahwa sebuah perkara pasti ada perantaranya. Demikian pula dalam perintah, perintah untuk melakukan sesuatu juga menunjukan perintah melakukan perantara perkara tersebut. Perintah solat juga berarti perintah untuk melakukan hal-hal yang menjadi syarat sholat[12]. Demikian kaidah-kaidah singkat beserta penjelasan ringkas yang masuk dalam permasalahan perintah. 2. LARANGAN النهي النهي secara bahasa bermakna larangan. sedangkan menurut etimologi yaitu permintaan meninggalkan sesuatu menggunakan kucapan dari orang yang derajatnya lebih tinggi kepada orang yang derajatnya lebih rendah وحده استدعاء تركل قد وجب * بالقول من من كان دون الطالب[13]. Larangan juga bisa diartikan sebagai perintah untuk tidak melakukan sesuatu cegahan. Dalam larangan terdapat kaidah-kaidah sebagai berikut 1. Hukum asal larangan adalah karena haram.[14] الاصل في النهي للتحريم Tujuan adanya larangan pada dasarnya karena perkara tersebut tidak boleh dilakukan atau haram. Jadi hukum asal larangan itu untuk mengharamkan. Kecuali ada qorinah atau dalil-dalil lain yang menunjukan bahwa isi dari larangan tersebut bukanlah harom, baik makruh, mubah, atau selainya. Contoh larangan untuk minum arak menunjukakan bahwa minum arak hukumnya haram. 2. Larangan juga berarti perintah untuk melakukan kebalikanya. [15] النهي عن شيء الامر بالضده Sama halnya dengan perintah, larangan juga mengandung hukum perintah untuk melakukan syirik menunjukan wajib beriman. 3. Larangan menunjukan bahwa perkara yang dilarang itu rusak. النهي يدل على فساد المنهي عنه Alasan kenapa ada larangan dikarenakan dalam perkara yang dilarang ada kerusakan. Baik secara hukum maupun secara dzohir. Contoh larangan jual beli barang najis menunjukan bahwa jual belinya rusak dan tidak sah PENUTUP 1. KESIMPULAN Perintah adalah permintaan untuk melakukan sesuatu. Larangan adalah permintaan untuk meninggalkan sesuatu. Hukum asal perintah adalah wajib. Hukum asal larangan adalah haram. Perintah terhadap sesuatu larangan melakukan kebalikanya, begitu juga sebaliknya. Perintah tidak harus segera dilakukan dan berulang-ulang. Perintah melakukan sesuatu juga perintah melakukan perantara perkara tersebut. Larangan terhadab suatu perkara menunjukan kerusakan perkara tersebut. 2. PESAN Kita sebagai umat islam hendaknya faham tentang konsep hukum islam dan syariat islam. Juga memahami kandungan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah, tidak hanya menjadi pengikut buta yang tidah mengetahui sumbernya. DAFTAR PUSTAKA Yahya ,Syarifuddiin Al Umrithi. Tashilut turuqot. Darul kutub islamiyah. —————–Jakarta. 2011 Abdurrohman, al ahdzori. Sulamul munawaroq. API Tegalrejo. Magelang. Khitob ,Muhammad. Qurotul ain sarh al waroqot. Darul kutub islamiyah. —————-Jakarta. 2011 Khudamail ma’had tegalrejo. Terjemah Tashilut Turuqot. API Tegalrejo ————-Magelang. 2005. Al Quran Muhammad , hamid , Abdul. Lathoiful isyarot. Darul kutub islamiyah —————-Jakarta. 2011 [1] Syarifuddiin Yahya Al Umrithi. Tashilut turuqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 46. [2] Abdurrohman al ahdzori. Sulamul munawaroq. API Tegalrejo. Magelang. Hal 18-19. [3] Muhammad Khitob. Qurotul ain sarh al waroqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 47. [4] Khudamail ma’had tegalrejo. Terjemah Tashilut Turuqot. API Tegalrejo. Magelang. 2005. Hal 20. [5] al an’am ayat 72. [6] al maidah ayat 2. [7] Abdul hamid Muhammad. Lathoiful isyarot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 49. [8] Khudamail ma’had tegalrejo. Terjemah Tashilut Turuqot. API Tegalrejo. Magelang. 2005. Hal 21. [9] ibid [10] Muhammad Khitob. Qurotul ain sarh al waroqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 51. [11] ibid [12] Abdul hamid Muhammad. Lathoiful isyarot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 51. [13] Syarifuddiin Yahya Al Umrithi. Tashilut turuqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 52. [14] Khudamail ma’had tegalrejo. Terjemah Tashilut Turuqot. API Tegalrejo. Magelang. 2005. Hal 24. [15] Muhammad Khitob. Qurotul ain sarh al waroqot. Darul kutub islamiyah. Jakarta. 2011 hal 51.
MVJwTg.