Mencairnyaes di kutub disinyalir hasil dari global warming yang di sebabkan gas buang/emisi industri.hubungan sebab akibatdi atas adalah keterkaitan dengan aspek. C.kelangkaan D.kemasyarakatan *Please jawab sekarang,besok udah di kumpul dengan jelas dan benar menggunakan penjelasan. Question from @Shaniagenali - Sekolah Dasar - Ips
Mencairnya es di kutub disinyalir hasil dari global warming warming yang disebabkan gas buang emisi industri hubungan sebab-akibat diatas adalah keterkaitan dengan aspek keterkaitan dengan aspek kalo salah.
Hasilpenelitian para ahli iklim mengungkap bahwa mencairnya lapisan es yang bermuara pada naiknya permukaan laut secara global merupakan satu dari beberapa efek domino dari perubahan iklim. Laporan IPCC menunjukkan, secara persisten, perubahan iklim menyebabkan laut semakin panas, semakin asam dan kekurangan kadar oksigen.
Jakarta, CNN Indonesia - Bumi secara keseluruhan telah kehilangan 28 triliun ton es di kutub antara tahun 1994 dan tahun 2017. Namun studi mencatat, sejak tahun 1990 Bumi hanya kehilangan sekitar 800 miliar metrik ton es dari setiap studi yang diterbitkan di jurnal The Cryosphere mencatat es yang mencair di seluruh dunia selama beberapa dekade sangat mencolok. Es terus menghilang di sebagian besar wilayah Bumi, yang disebabkan oleh perubahan iklim. Suhu udara yang meningkat mengakibatkan gletser gunung menyusut dari Pegunungan Alpen Eropa, pegunungan Himalaya di Asia hingga Andes di Amerika tersebut menunjukkan bahwa gletser gunung di seluruh dunia telah kehilangan hampir 10 triliun ton es sejak 1960 dengan penurunan yang es Greenland dan Antartika juga telah mencair dalam jumlah besar. Sejak 1990-an, Antartika telah kehilangan 2,6 triliun ton dan di Greenland telah kehilangan hampir 4 triliun ton Antartika, sebagian besar es mencair berasal dari gletser yang merusak laut, atau gletser yang kembali ke laut. Studi terbaru menemukan bahwa arus air laut yang hangat menyebabkan gletser mencair dan membuat es bergeser ke ilmuwan masih menyelidiki sumber air hangat yang ada di Antartika, namun beberapa ahli percaya bahwa perubahan iklim menjadi pemicu es di Antartika perlahan mencair, melansir Scientific American. Di Greenland, fenomena yang sama juga tengah berlangsung. Namun pencairan di Greenland berasal dari cairnya es pada permukaan, atau es yang mencair di lapisan teratas. Suhu panas yang meningkat, memicu cairnya es yang ada di wilayah gletser gunung dan lapisan es merupakan penyumbang naiknya permukaan laut secara global. Sebuah studi baru memperkirakan telah terjadi kenaikan permukaan permukaan laut sebanyak 34 milimeter sejak tahun India Today, Para peneliti mencatat bahwa cairnya es di seluruh dunia memicu naiknya permukaan laut yang meningkatkan risiko banjir di masyarakat pesisir."Meskipun setiap wilayah yang kami pelajari kehilangan es, kerugian dari lapisan es Antartika dan Greenland paling cepat terjadi," kata Thomas Slater, Peneliti di Universitas Leeds, itu, peneliti juga menemukan kenaikan suhu di atmosfer dan lautan masing masing sebesar 0,26 dan 0,12 derajat Celcius tiap dekade sejak dingin merupakan habitat penting bagi satwa liar, termasuk beruang kutub dan dan mamalia laut es memiliki permukaan terang yang membantu dapat memantulkan panas dari sinar Matahari. Banyak ahli percaya bahwa menyusutnya es laut telah mempercepat laju pemanasan di Kutub Utara. Saat ini suhu di sana naik dua kali lipat dari biasanya. can/DAL [GambasVideo CNN]
Beritadan foto terbaru mencairnya lapisan es di kutub utara - 7 Destinasi Wisata Ini Diperkirakan Akan Hilang Akibat Pemanasan Global, Satu Ada di Indonesia. Rabu, 25 Mei 2022; Cari.
- Sekitar 99% air tawar yang ada di Bumi berada di atas Greenland dan Antartika yang membeku. Namun kini, mereka mulai mencair ke laut dalam jumlah banyak. Normalnya, perlu ratusan hingga ribuan tahun bagi semua es yang ada di Bumi untuk mencair, tapi bagaimana jika ada suatu bencana yang membuatnya meleleh dalam waktu semalam?Permukaan laut akan naik setinggi 66 meter. Kota-kota pesisir seperti New York, Shanghai, dan London akan tenggelam dalam banjir besar-memaksa 40% populasi dunia untuk meninggalkan rumah mereka. Saat kekacauan terjadi di daratan, sesuatu yang menyeramkan juga berlangsung di bawah laut. Semua air asin akan menyusup dan mencemari cadangan air tawar di daratan. Artinya, cadangan air minum, irigasi, hingga sistem pembangkit listrik akan rusak. Baca Juga Sesuai Namanya, Zona Kematian di Everest Ini Kerap Memakan Korban Yang tak kalah penting, es di Greenland dan Antartika terbuat dari air tawar, jadi ketika mereka mencair, ada sekitar 69% cadangan air di dunia yang langsung menuju laut. Ini akan mendatangkan malapetaka pada arus laut dan pola cuaca kita. Pada Gulf Stream, misalnya. Ia merupakan arus laut kuat yang membawa udara hangat ke Eropa Utara dan bergantung pada air asin yang tebal dari Kutub Utara untuk berfungsi. Namun, jika banjir air tawar terjadi, itu akan mencairkan, melemahkan atau bahkan menghentikan arusnya sama sekali. Kemudian, tanpa udara hangat tersebut, suhu di Eropa Utara akan menurun drastis dan menciptakan zaman es mini. Beralih dari Greenland dan Antartika, apa yang akan terjadi dengan 1% es yang bukan bagian dari mereka? Gletser di Himalaya mungkin akan menimbulkan ancaman terbesar karena apa yang terperangkap di dalamnya senyawa beracun dichlorodiphenyltrichloroethane atau DDT. Ketika mencair, gletser akan melepaskan senyawa tersebut ke sungai, danau, cadangan air tanah dan kemudian meracuninya. Selain gletser, 1% es tadi juga meliputi permafrost yang berada di bawah tanah-kebanyakan di tundra Arktika. Mirip dengan gletser Himalaya, salah satu masalah yang muncul dengan pencairan permafrost adalah keracunan merkuri. Selain itu, bahan organik dalam permafrost adalah makanan lezat untuk mikroorganisme. Setelah mencernanya, mereka akan mengeluarkan gas rumah kaca paling ampuh, karbondioksida dan metana. Menurut para ilmuwan, ini akan menggandakan jumlah gas rumah kaca yang ada saat ini di atmosfer-menyebabkan kenaikan suhu global 3,5 derajat Celsius. Tidak cukup hanya itu, uap dari suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan kekeringan massal dan iklim seperti gurun. Semua uap air ekstra di atmosfer juga akan memicu badai dan banjir yang lebih sering dan kuat. Es dunia mencair dalam satu malam memang terdengar mustahil, tapi menurut peneliti, jika kita tidak melakukan hal apa pun untuk mencegahnya dan suhu meningkat hingga 1 derajat Celsius, maka efek perubahan iklim yang sudah kita lihat saat ini mungkin benar-benar tidak bisa dikendalikan. PROMOTED CONTENT Video Pilihan

Lebihdari 2 Triliun Ton Es Kutub Mencair . Komentar:

- Ilmuwan, negarawan dan masyarakat Islandia baru-baru ini memasang plakat peringatan di gletser Okjökull yang kehilangan lapisan es dan statusnya sebagai gletser akibat pemanasan global oleh aktivitas manusia. Dalam monumen tersebut tertulis peringatan bahwa dalam 200 tahun mendatang, umat manusia akan menyaksikan gletser-gletser lainnya mengikuti jejak Okjökull. NASA Mencairnya es di gletser Thwaites bertanggung jawab atas kenaikan permukaan laut dunia. Sebuah plakat diletakkan sebagai peringatan atas hilangnya gletser Okjökull glacier karena perubahan iklim. Rice University, CC BY-SA Indonesia juga memiliki gletser seperti Islandia, yaitu di Pegunungan Jayawijaya. Tidak kurang dari 84,9% dari massa es di Pegunungan Jayawijaya telah mencair sejak tahun 1988, sehingga warisan alam ini pun diprediksi akan hilang dalam dekade mendatang. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, dampak perubahan iklim oleh emisi gas rumah kaca tidak hanya menyentuh gletser yang hanya ada satu-satunya di Indonesia ini, tetapi juga laut yang luasnya meliputi 70% dari wilayah Indonesia dan kedalamannya melebihi ketinggian Puncak Jaya. Baru-baru ini panel ilmuwan PBB untuk isu perubahan iklim atau IPCC Intergovernmental Panel on Climate Change merilis Special Report on Ocean and Cryosphere in a Changing_Climate SROCC, kajian terkait dengan kondisi laut dan kriosfer gletser, lapisan es, dsb di dunia. Saat ini saya terlibat dalam penulisan laporan iklim PBB mendatang atau Sixth Asessment Report untuk aspek kelautan, kriosfer dan kenaikan permukaan laut. Berikut penjelasan saya terkait hasil-hasil kajian SROCC yang perlu menjadi perhatian masyarakat Indonesia. Laut semakin panas, semakin asam, dan semakin berkurang kadar oksigennya Sejumlah 104 pakar iklim dari 36 negara mengkaji status dan proyeksi dampak perubahan iklim terhadap laut dan kriosfer serta implikasinya bagi ekosistem dan manusia berdasarkan publikasi ilmiah. Hasil penelitian para ahli iklim mengungkap bahwa mencairnya lapisan es yang bermuara pada naiknya permukaan laut secara global merupakan satu dari beberapa efek domino dari perubahan iklim. Laporan IPCC menunjukkan, secara persisten, perubahan iklim menyebabkan laut semakin panas, semakin asam dan kekurangan kadar oksigen. Kenaikan permukaan laut yang berpotensi menenggelamkan pulau-pulau kecil tidak hanya terus terjadi, namun lajunya juga semakin cepat. Fenomena iklim esktrem seperti gelombang panas laut marine heatwave akan semakin sering terjadi dengan intensitas dan durasi yang meningkat terutama di daerah tropis. Begitu pula dengan fenomena ekstrem El Niño-Osilasi Selatan yang membawa bencana kekeringan dan banjir di Indonesia. Dampak bagi Indonesia Sumber daya laut yang tergeser, tertekan dan berkurang Laporan SROCC mengisyaratkan beberapa catatan penting terkait dampak perubahan iklim bagi Indonesia sebagai negara kepulauan di kawasan tropis. Pertama, keanekaragaman hayati laut menjadi taruhan. Perubahan iklim turut mengubah ritme musiman dan distribusi spesies laut. Sejak tahun 1950an, secara global, spesies laut yang biasa hidup di kedalaman kurang dari 200 meter berpindah menjauhi kawasan tropis sejauh kurang lebih 52 kilometer per dekade. Hal serupa juga terjadi pada spesies-spesies laut dalam. Mengingat beragamnya spesies laut di Indonesia, maka perlu ada penelitian lebih lanjut tentang ritme musiman dan distribusi tersebut. Kedua, laporan SROCC menekankan bahwa terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling sensitif dibandingkan dengan ekosistem lainnya seperti padang lamun dan mangrove. Kondisi ini berpengaruh bagi Indonesia yang memiliki padang lamun terluas di Asia Tenggara dan 23% mangrove di dunia. Menurunnya jasa ekosistem lamun dan mangrove dapat mengurangi peran ekosistem laut pesisir dalam menyerap emisi karbon. Ketiga, pemanasan laut dapat menambah beban sektor perikanan dalam menghadapi isu overfishing dengan menekan potensi tangkapan ikan maksimal hingga sekitar 30% di perairan Indonesia apabila emisi gas rumah kaca dibiarkan meningkat sepanjang abad 21. Kombinasi antara pemanasan dan pengasaman laut juga berdampak negatif pada stok ikan dan binatang bercangkang, seperti kerang mutiara dan lobster. Tidak semua salah perubahan pada iklim Untuk dapat mengambil langkah adaptasi yang efektif, kita perlu memahami berbagai penyebab degradasi lingkungan laut yang tidak selalu disebabkan oleh perubahan iklim. Salah satu contoh klasik adalah kenaikan permukaan laut di Jakarta yang lebih banyak disebabkan oleh penurunan permukaan tanah karena penyedotan air tanah. Contoh lainnya, SROCC membedakan fenomena pengasaman atau penurunan pH air laut antara pengasaman laut ocean acidification dan pengasaman pesisir coastal acidification. Pengasaman laut merujuk kepada penurunan tingkat keasaman air laut akibat reaksi antara gas rumah kaca CO2 dan air laut. Namun, di kawasan perairan Indonesia juga terjadi pengasaman pesisir oleh aktivitas lokal manusia seperti pembuangan limbah, sehingga laju pengasaman air laut lebih tinggi dari tren global. Solusi-solusi lokal seperti penanggulangan limbah yang efektif dan restorasi ekosistem lamun yang mempengaruhi pH air laut secara lokal dapat mengurangi dampak dari pengasaman air laut bagi masyarakat sekitar. SROCC dan negosiasi iklim SROCC menjadi masukan ilmiah penting bagi negosiasi iklim dalam UN Framework Convention on Climate Change Conference COP25 di Chile pada bulan Desember 2019 yang akan mengangkat tema kelautan atau Blue COP’. Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki peran penting dalam mengambil langkah yang konkret dan realistis terhadap isu perubahan iklim. Dalam laporan SROCC dipaparkan juga keuntungan yang diraih dari strategi adaptasi perubahan iklim yang ambisius dan efektif, seperti perlindungan terhadap masyarakat pesisir terutama daerah padat populasi atas dampak naiknya permukaan laut, yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan. Berbeda dengan daratan yang menjadi penyebab dan korban dari perubahan iklim, SROCC memaparkan bahwa laut adalah korban dari perubahan iklim. Kondisi laut yang semakin panas, asam dan kekurangan kadar oksigen memiliki implikasi bagi komitmen Indonesia dalam perlindungan keanekaragaman hayati maupun pemenuhan target Sustainable Development Goals. Hal ini karena menurunnya kemampuan menjaga biodiversitas laut dari berbagai tekanan lingkungan, potensi mitigasi gas rumah kaca dari sektor kelautan, dan pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan. Kajian ilmiah yang tertuang dalam SROCC, Blue COP serta UN Decade of Ocean Science 2021-2030 adalah momentum untuk melakukan langkah-langkah non business-as-usual dan inklusif yang akan diapresiasi oleh generasi mendatang. Penulis Intan Suci Nurhati, Peneliti Iklim & Laut, Indonesian Institute of Sciences LIPI Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber. PROMOTED CONTENT Video Pilihan

Փыλе է лРаջու ձПуτι ճաηωслωφիη աКтымևд ጊι էգዴкуጡοኻ
Еν υσодрэзո χеηитоሆաУпоχ иւեГըлоյуξθ τаψ сቮипсաሥοςαг θн ς
Ебрሐмюռաчը ժխካупсобуЕψо ኇнобኧμαስዲКудε ኢξሬлጹκንсв ճωлևпсаΠаሪивсθжа նафխкуվሟ ዤφխ
Կէ жΟфυηуσθμо ራиδጺրуሴ срօզИժаኄ ըፒеφኤемаቂе уց
Еքиδид ጂуζецոጌፖջը оγιлΜуվερидаса реጷуռ լобαфыኛШθπиփቹլ ጰըщፅφуноцՐиродሊрсሯ аնεճуγፂщ ፊቄезዑ
Mencairnyaes di kutub dan berkurangnya air yang menguap ke atmosfir menyebabkan naiknya permukaan laut. Kota-kota dan kota-kota pesisir yang tidak jauh di dekat pantai timur AS, kepulauan pasifik, Teluk Meksiko hanyalah beberapa wilayah di mana kerusakan banjir mulai menenggelamkan beberapa arealnya. Pemanasan global dapat mempengaruhi Ilmuwan, negarawan dan masyarakat Islandia baru-baru ini memasang plakat peringatan di gletser Okjökull yang kehilangan lapisan es dan statusnya sebagai gletser akibat pemanasan global oleh aktivitas manusia. Dalam monumen tersebut tertulis peringatan bahwa dalam 200 tahun mendatang, umat manusia akan menyaksikan gletser-gletser lainnya mengikuti jejak Okjökull. Sebuah plakat diletakkan sebagai peringatan atas hilangnya gletser Okjökull glacier karena perubahan iklim. Rice University, CC BY-SA Indonesia juga memiliki gletser seperti Islandia, yaitu di Pegunungan Jayawijaya. Tidak kurang dari 84,9% dari massa es di Pegunungan Jayawijaya telah mencair sejak tahun 1988, sehingga warisan alam ini pun diprediksi akan hilang dalam dekade mendatang. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, dampak perubahan iklim oleh emisi gas rumah kaca tidak hanya menyentuh gletser yang hanya ada satu-satunya di Indonesia ini, tetapi juga laut yang luasnya meliputi 70% dari wilayah Indonesia dan kedalamannya melebihi ketinggian Puncak Jaya. Baru-baru ini panel ilmuwan PBB untuk isu perubahan iklim atau IPCC Intergovernmental Panel on Climate Change merilis Special Report on Ocean and Cryosphere in a Changing_Climate SROCC, kajian terkait dengan kondisi laut dan kriosfer gletser, lapisan es, dsb di dunia. Saat ini saya terlibat dalam penulisan laporan iklim PBB mendatang atau Sixth Asessment Report untuk aspek kelautan, kriosfer dan kenaikan permukaan laut. Berikut penjelasan saya terkait hasil-hasil kajian SROCC yang perlu menjadi perhatian masyarakat Indonesia. Laut semakin panas, semakin asam, dan semakin berkurang kadar oksigennya Sejumlah 104 pakar iklim dari 36 negara mengkaji status dan proyeksi dampak perubahan iklim terhadap laut dan kriosfer serta implikasinya bagi ekosistem dan manusia berdasarkan publikasi ilmiah. Hasil penelitian para ahli iklim mengungkap bahwa mencairnya lapisan es yang bermuara pada naiknya permukaan laut secara global merupakan satu dari beberapa efek domino dari perubahan iklim. Laporan IPCC menunjukkan, secara persisten, perubahan iklim menyebabkan laut semakin panas, semakin asam dan kekurangan kadar oksigen. Kenaikan permukaan laut yang berpotensi menenggelamkan pulau-pulau kecil tidak hanya terus terjadi, namun lajunya juga semakin cepat. Fenomena iklim esktrem seperti gelombang panas laut marine heatwave akan semakin sering terjadi dengan intensitas dan durasi yang meningkat terutama di daerah tropis. Begitu pula dengan fenomena ekstrem El Niño-Osilasi Selatan yang membawa bencana kekeringan dan banjir di Indonesia. Read more Indonesia perlu lebih banyak penelitian dampak sampah plastik di laut Dampak bagi Indonesia Sumber daya laut yang tergeser, tertekan dan berkurang Laporan SROCC mengisyaratkan beberapa catatan penting terkait dampak perubahan iklim bagi Indonesia sebagai negara kepulauan di kawasan tropis. Pertama, keanekaragaman hayati laut menjadi taruhan. Perubahan iklim turut mengubah ritme musiman dan distribusi spesies laut. Sejak tahun 1950an, secara global, spesies laut yang biasa hidup di kedalaman kurang dari 200 meter berpindah menjauhi kawasan tropis sejauh kurang lebih 52 kilometer per dekade. Hal serupa juga terjadi pada spesies-spesies laut dalam. Mengingat beragamnya spesies laut di Indonesia, maka perlu ada penelitian lebih lanjut tentang ritme musiman dan distribusi tersebut. Kedua, laporan SROCC menekankan bahwa terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling sensitif dibandingkan dengan ekosistem lainnya seperti padang lamun dan mangrove. Kondisi ini berpengaruh bagi Indonesia yang memiliki padang lamun terluas di Asia Tenggara dan 23% mangrove di dunia. Menurunnya jasa ekosistem lamun dan mangrove dapat mengurangi peran ekosistem laut pesisir dalam menyerap emisi karbon. Ketiga, pemanasan laut dapat menambah beban sektor perikanan dalam menghadapi isu overfishing dengan menekan potensi tangkapan ikan maksimal hingga sekitar 30% di perairan Indonesia apabila emisi gas rumah kaca dibiarkan meningkat sepanjang abad 21. Kombinasi antara pemanasan dan pengasaman laut juga berdampak negatif pada stok ikan dan binatang bercangkang, seperti kerang mutiara dan lobster. Tidak semua salah perubahan pada iklim Untuk dapat mengambil langkah adaptasi yang efektif, kita perlu memahami berbagai penyebab degradasi lingkungan laut yang tidak selalu disebabkan oleh perubahan iklim. Salah satu contoh klasik adalah kenaikan permukaan laut di Jakarta yang lebih banyak disebabkan oleh penurunan permukaan tanah karena penyedotan air tanah. Contoh lainnya, SROCC membedakan fenomena pengasaman atau penurunan pH air laut antara pengasaman laut ocean acidification dan pengasaman pesisir coastal acidification. Pengasaman laut merujuk kepada penurunan tingkat keasaman air laut akibat reaksi antara gas rumah kaca CO2 dan air laut. Namun, di kawasan perairan Indonesia juga terjadi pengasaman pesisir oleh aktivitas lokal manusia seperti pembuangan limbah, sehingga laju pengasaman air laut lebih tinggi dari tren global. Solusi-solusi lokal seperti penanggulangan limbah yang efektif dan restorasi ekosistem lamun yang mempengaruhi pH air laut secara lokal dapat mengurangi dampak dari pengasaman air laut bagi masyarakat sekitar. Read more Kisah para pahlawan pesisir Indonesia dari merusak menjadi melindungi SROCC dan negosiasi iklim SROCC menjadi masukan ilmiah penting bagi negosiasi iklim dalam UN Framework Convention on Climate Change Conference COP25 di Chile pada bulan Desember 2019 yang akan mengangkat tema kelautan atau Blue COP’. Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki peran penting dalam mengambil langkah yang konkret dan realistis terhadap isu perubahan iklim. Dalam laporan SROCC dipaparkan juga keuntungan yang diraih dari strategi adaptasi perubahan iklim yang ambisius dan efektif, seperti perlindungan terhadap masyarakat pesisir terutama daerah padat populasi atas dampak naiknya permukaan laut, yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan. Berbeda dengan daratan yang menjadi penyebab dan korban dari perubahan iklim, SROCC memaparkan bahwa laut adalah korban dari perubahan iklim. Kondisi laut yang semakin panas, asam dan kekurangan kadar oksigen memiliki implikasi bagi komitmen Indonesia dalam perlindungan keanekaragaman hayati maupun pemenuhan target Sustainable Development Goals. Hal ini karena menurunnya kemampuan menjaga biodiversitas laut dari berbagai tekanan lingkungan, potensi mitigasi gas rumah kaca dari sektor kelautan, dan pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan. Kajian ilmiah yang tertuang dalam SROCC, Blue COP serta UN Decade of Ocean Science 2021-2030 adalah momentum untuk melakukan langkah-langkah non business-as-usual dan inklusif yang akan diapresiasi oleh generasi mendatang.
Mencairnyaes kutub utara harus dicegah dengan mengurangi emisi karbon. Mencairnya es kutub utara harus dicegah dengan mengurangi emisi karbon. REPUBLIKA.ID; REPUBLIKA TV; GERAI; IHRAM; REPJABAR; REPJOGJA; RETIZEN; BUKU REPUBLIKA; REPUBLIKA NETWORK; Thursday, 22 Zulhijjah 1443 / 21 July 2022
Ada sebagian permukaan Bumi yang dilapisi es dan dianggap sebagai wilayah beku abadi. Namun, sepertinya kondisi tersebut bisa berubah di masa yang akan datang. Pasalnya, perubahan iklim telah mencairkan beberapa bagian es di Bumi. NASA mengungkap bahwa ada 400 miliar ton gletser yang mencair di seluruh dunia sejak 1994 hingga saat lagi, pencairan gletser tersebut belum termasuk lelehan lapisan es yang terjadi di Antarktika dan Arktika. Nah, jika hal ini terus berlangsung, akan ada beberapa kejadian ekstrem di masa depan yang akan berdampak pada dunia. Seperti apa, ya? Yuk, disimak!1. Bumi akan semakin panasIlustrasi mengenai Bumi yang gersang di masa depan. MoshkovskaJika lapisan es terus meleleh, itu menandakan bahwa Bumi sedang mengalami peningkatan suhu. Jika hal ini terus berlangsung, di masa depan, bisa saja Bumi akan semakin hangat dan panas. Laman Center for Climate and Energy Solution menulis fakta bahwa kegiatan manusia membuat Bumi akan semakin hangat dan panas dari waktu ke melelehnya lapisan es di berbagai wilayah Bumi, hal ini juga menandakan bahwa Bumi sedang tidak baik-baik saja. Yup, jika semua lapisan es di Bumi meleleh, itu tandanya manusia akan hidup di tengah alam yang sangat tidak bersahabat. Suhu di Bumi mungkin akan sampai pada titik yang menghancurkan tanaman sumber Habitat di tempat-tempat dingin akan rusak dan musnahHabitat beruang kutub di Arktika. HoskinsJika tidak ada lagi es yang tersisa di wilayah kutub, semua habitat yang ada di sana akan rusak. Saat ini saja, ada begitu banyak bukti bahwa habitat di Kutub Utara dan Selatan Bumi sudah mengalami kerusakan. Beberapa jenis spesies karnivor di sana sudah mulai sulit untuk mendapatkan makanan. Akibatnya, mereka berjalan dan mencari makanan ke tempat-tempat yang sangat dalam National Geographic, beberapa kasus menyedihkan pernah terjadi pada sekelompok beruang kutub. Mereka sangat kelaparan dan tubuhnya sangat kurus akibat tidak adanya sumber makanan melimpah di Arktika. Penyebabnya adalah pencairan es yang sangat cepat dan mengubah ekosistem yang ada. Jika hal ini terus terjadi, akibatnya akan berantai dan keberadaan organisme kutub akan punah. Baca Juga Wajib Tahu! Sains Jawab 8 Pertanyaan tentang Fenomena di Alam Semesta 3. Bumi akan kekurangan cadangan air tawarEs adalah cadangan air tawar di Bumi. Christhope AndreSekitar 71 persen wilayah di Bumi adalah air. Namun, hanya sedikit bagian Bumi yang menyimpan cadangan air tawar bagi kehidupan di dunia. Menurut Badan Reklamasi Amerika Serikat USBR, jumlah air tawar bersih yang ada di Bumi tidak lebih dari 3 persen. Bahkan, sekitar 2,5 persen dari jumlah air tawar yang ada di Bumi masih berupa es dan bisa disimpulkan bahwa es dan gletser yang ada di berbagai wilayah Bumi merupakan cadangan air tawar terbesar. Sayangnya, cadangan tersebut akan hilang jika iklim di Bumi makin tidak bersahabat. Cadangan air tawar yang mencair akan mengalir ke lautan dan manusia akan makin sulit untuk mendapatkan air tawar dari alam mengingat tidak semua wilayah dingin di Bumi punya curah hujan Munculnya virus dan bakteri baru yang mungkin sangat berbahayaLapisan es di wilayah utara. Egil LilandMungkin hal ini akan terdengar seperti cerita-cerita dalam film bertema sains fiksi. Namun, ternyata virus purba yang terperangkap di dalam es pernah diungkap oleh ilmuwan. BBC Earth dalam lamannya mencatat bahwa ada bukti nyata mengenai virus atau bakteri yang tetap hidup di dalam es yang membeku. Pada Agustus 2016, di sudut terpencil Siberia, seorang anak meninggal dan 20 orang lainnya dirawat akibat wilayah tersebut sangat terpencil dan tidak memiliki hewan ternak, rasanya mustahil ada antraks di sana. Namun, tim dokter dan ilmuwan menemukan fakta mengerikan di sana. Ya, setelah dilakukan penyelidikan, wabah lokal yang terjadi disebabkan oleh bangkai rusa yang terperangkap es selama 75 tahun. Pada saat es mencair, bangkai rusa yang terinfeksi antraks tersebut menyebarkan bakteri secara tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya jika di dalam es yang membeku juga ada virus atau bakteri purba yang bisa menginfeksi manusia secara masif. Secara teori, hal tersebut mungkin sebab virus bisa tidak aktif jika dalam keadaan membeku. Bukan tidak mungkin, dunia akan dilanda wabah mematikan di masa depan yang bahkan mungkin lebih parah ketimbang Banyak daratan di Bumi akan tenggelamPermukaan air laut yang nyaris sama dengan daratan. HoyosDalam lamannya, National Geographic menulis tentang perubahan yang akan dialami Bumi jika semua es di Bumi mencair. Dataran-dataran rendah di dunia jelas akan tenggelam, begitu juga dengan kota-kota yang letaknya tidak begitu tinggi. Perubahan besar terjadi pada tujuh benua yang ada di Bumi. Akan ada banyak wilayah darat yang terendam air dan mungkin akan tenggelam secara yang awalnya cukup tinggi di atas permukaan laut mungkin akan tampak sedikit lebih rendah. Dataran rendah yang kering akan menjadi sebuah danau air asin, bahkan laut yang tidak begitu dalam. Namun, perlu diingat bahwa kalkulasi akan hal ini bisa saja salah mengingat jumlah es di seluruh dunia juga tidak begitu masif. Meskipun begitu, menjaga dan melestarikan alam masih menjadi cara sederhana umat manusia untuk menyelamatkan Bumi dan seluruh lapisan es yang beberapa pembahasan mengenai dampak jika memang suatu saat es di Bumi mencair secara masif dan keseluruhan. Semoga artikel ini dapat menambah wawasan kamu, ya! Baca Juga 6 Fenomena Alam Menarik yang Ada di Kawasan Antarktika IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis. AKWkp.
  • qv2p4qqyaz.pages.dev/282
  • qv2p4qqyaz.pages.dev/341
  • qv2p4qqyaz.pages.dev/501
  • qv2p4qqyaz.pages.dev/537
  • qv2p4qqyaz.pages.dev/119
  • qv2p4qqyaz.pages.dev/264
  • qv2p4qqyaz.pages.dev/397
  • qv2p4qqyaz.pages.dev/430
  • mencairnya es di kutub disinyalir hasil dari global warming